Beranda | Artikel
Hukum Imunisasi yang Mengandung Babi
Selasa, 21 Agustus 2018

Imunisasi yang Mengandung Babi

Ustadz, Bagaimana hukum Vaksin MR yang mengandung babi?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pada asalnya, berobat dengan sesuatu yang haram hukumnya terlarang. Karena kesembuhan itu datang dari Allah, sementara manusia hanya bisa berusaha mencari obatnya. Sedangkan Allah tidak meletakkan obat pada sesuatu yang haram.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit, kecuali Allah juga menurunkan obatnya.” (HR. Bukhari 5678)

Dalam riwayat lain, dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Setiap penyakit ada obatnya. Ketika penggunaan obat itu tepat maka akan sembuh dengan izin Allah Ta’ala.” (HR. Muslim 2204).

Dalam hadis di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi para dokter dan orang yang sakit agar tidak berputus asa. Karena semua penyakit pasti ada obatnya. Namun di saat yang sama, beliau juga melarang menggunakan benda haram sebagai obat.

Wail al-Hadhrami menceritakan, bahwa Thariq bin Suwaid al-Ju’fi pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Khamr, bolehkah dijadikan sebagai obat? Kemudian beliau melarangnya, dan bersabda,

إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ ، وَلَكِنَّهُ دَاءٌ

“Khamr itu bukan obat, namun itu penyakit.” (HR. Muslim 1948)

Di kampungnya Suwaid, masyarakat suka membuat khamr dari anggur dan digunakan untuk pengobatan. Namun ini dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sebut itu penyakit.

Juga disebutkan dalam hadis yang lain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang obat yang haram. (HR. Turmudzi 2045 dan dishahihkan al-Albani)

Semua dalil di atas memberikan kesimpulan bahwa berobat dengan sesuatu yang haram hukumnya dilarang. Disamping sesuatu yang haram adalah penyakit dan bukan obat.

Jika kita anggap pemberian vaksin (imunisasi) sebagai bagian dari upaya berobat, berarti juga berlaku hukum di atas. Hanya saja, apakah pertimbangan darurat bisa dijadikan sebagai alasan?

Berikut kami kutipkan fatwa yang diterbitkan oleh lembaga fatwa Syabakah Islamiyah di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih

Kami susun per-poin agar mudah dipelajari,

إن وقع شك في مكونات الدواء الذي يكون به التطعيم فيمكن مراجعة الثقات والأمناء من الأطباء المسلمين

[1] Jika masih ada keraguan mengenai kandungan obat yang digunakan untuk vaksin, maka bisa merujuk kepada para dokter yang ahli dan amanah di bidangnya.

فإن ثبت اشتماله على شيء من النجاسات فالأصل أنه لا يجوز التطعيم به ما لم يكن هذا النجس قد استحال استحالة كاملة بحيث لم يبق له أثر ، فقد نص الفقهاء على طهارة الأعيان النجسة بالاستحالة

[2] Jika dipastikan obat itu mengandung sesuatu yang najis, maka hukum asalnya tidak boleh digunakan untuk vaksinasi, selama najis itu tidak mengalami istihalah (perubahan unsur) secara sempurna, dimana sudah tidak lagi tersisa unsur najisnya (karena sudah berubah menjadi unsur yang lain). Para ulama telah menegaskan bahwa benda najis bisa menjadi suci karena mengalami istihalah (perubahan unsur).

وأما إذا لم يستحل فإن وجد عنه بديل مباح فلا يجوز استعماله هو

[3] Apabila tidak mengalami istihalah secara sempurna, jika dijumpai ada pengganti yang mubah, maka tidak boleh menggunakan vaksin yang najis ini.

وإما إذا لم يوجد البديل المباح فالظاهر أن في المسألة تفصيلا

[4] jika tidak ada pengganti vaksin yang mubah, yang lebih tepat ada rincian dalam masalah ini,

فإن كان احتمال إصابة من لم يتم تطعيمهم احتمالا راجحاً وكان المرض المخوف حصوله مرضاً خطيراً بحيث يخشى أن يسبب وفاة أو إعاقة دائمة فالظاهر أن هذه الحالة تقترب من الضرورة الملجئة والله جل وعلا يقول

[5] Jika orang yang tidak diberi imunisasi berpeluang besar terkena wabah penyakit, sementara wabah penyakit yang dikhawatirkan terjadi adalah wabah yang membahayakan, dimana dikhawatirkan menimbulkan kematian atau cacat permanen, yang lebih tepat, pada keadaan ini mendekati kondisi darurat yang mulji’ (tidak ada pilihan lain).

Dan Allah berfirman,

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ

Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. al-An’am: 119)

وأما إذا اختل واحد من الشرطين فالظاهر عندنا عدم جواز الإقدام على التطعيم بما هو نجس لم تتم استحالته

[6] Jika salah satu diantara syarat di atas tidak ada, yang lebih tepat menurut kami, tidak boleh menggunakan vaksin yang mengandung najis itu, selama tidak terjadi istihalah sempurna.

Sumber: Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 96527

Benarkah vaksin MR mengandung babi? Kami kurang tahu mengenai hal ini. Anda bisa tanyakan kepada mereka yang lebih paham dalam masalah ini.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/32277-hukum-imunisasi-yang-mengandung-babi.html